Saat Anda menyimpan dana di bank syariah, maka dana yang ditabung tersebut akan pihak bank manfaatkan dengan sebaik mungkin sesuai prinsip syariah. Salah satu prinsip syariah yang dimiliki adalah wadiah. Apa pengertian wadiah?
Berbeda dengan bank yang sifatnya konvensional, bank syariah menggunakan prinsip-prinsip dalam Islam dan salah satunya itu disebut wadiah atau akad titipan.
Jika Anda sebelumnya menggunakan bank konvensional kemudian beralih ke syariah, petugas akan menanyakan jenis tabungannya,
Ya, jenis apa yang hendak Anda gunakan, apakah akad wadiah atau mudharabah. Bagi yang tidak mengetahui apa itu wadiah, inilah pengertian mendetailnya.
Pengertian Wadiah
Wadiah merupakan akad titipan murni yang dilakukan oleh satu pihak untuk dipercayakan kepada pihak lain. Istilah tersebut diambil dari bahasa Arab dengan kata dasar Wada’a- Yada’u-Wad’an.
Kata tersebut memiliki arti meninggalkan sesuatu atau dibiarkan begitu saja. Jadi bisa diartikan bahwa wadiah merupakan sesuatu yang sengaja dititipkan.
Menurut ulama fiqih Syafi’iyyah dan Malikiyyah, pengertian wadiah adalah gambaran dalam menjaga kepemilikan pada sesuatu baik itu barang atau uang yang memiliki nilai penting.
Barang itu akan dijaga dengan cara tertentu dan dirawat sebagaimana mestinya karena merupakan sesuatu yang sudah dititipkan dengan penuh kesadaran.
Dasar Hukum Wadiah
Pada dasarnya wadiah sendiri menjadi akad yang hukumnya mubah atau diperbolehkan sebagaimana syariat Islam mengaturnya. Adapun yang menjadi dasar hukum wadiah itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Al Qur’an
Al-quran telah menjelaskan pengertian wadiah dalam kalam-Nya yang tertuang dalam surat Al-Baqarah di ayat 283.
2. Hadis Nabi
Dasar pengertian wadiah yang kedua adalah merujuk pada hadis Nabi yang telah diriwayatkan oleh Abu Daud.
Hadis tersebut menjelaskan bahwa umat muslim perlu menunaikan titipan karena itu adalah amanah yang mana seseorang sudah diberikan hak untuk menerimanya.
Jangan sampai amanat itu dibalas dengan berkhianat kepada orang yang sudah mempercayakan amanatnya kepada Anda.
Rukun Wadiah
Rukun wadiah merupakan berbagai macam hal dasar dan penting untuk diperhatikan dalam akad wadiah. Apabila terdapat salah satu hal dasar yang tidak mampu untuk dipenuhi maka akad hukumnya menjadi tidak sah.
Ada empat rukun pengertian wadiah amanah yang sudah diatur yakni:
- Harus ada al mudi atau muwaddi orang yang menitipkan barang.
- Harus ada al muda atau mustaud, orang yang diberi titipan.
- Ada barang yang dititipkan atau wadiah.
- Ada pernyataan transaksi antara al mudi dan dan al muda atau disebut dengan sighat ijab.
Syarat-syarat Wadiah
Sebelum wadiah dititipkan, maka ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi, di antaranya:
1. Baligh
Akad yang dilakukan dengan al mudi atau al muda yang belum mencapai baligh hukumnya tidak sah menurut 3 ulama fiqih, Syafii, Maliki dan Hanbali.
Sementara ulama Hanafi memberikan hukum mubah untuk berakad dengan al muda atau al mudi yang belum baligh selama mumayyiz dan telah mendapatkan persetujuan dari walinya.
2. Berakal Sehat
Hukum wadiah juga menjadi tidak sah apabila melakukan akad dengan orang yang kehilangan akal sehatnya seperti dalam kondisi mabuk ataupun gila.
3. Syarat Barang yang Dititipkan Memiliki Nilai
Selanjutnya, wadiah atau barang yang al muda titipkan kepada al mudi harus berbentuk harta yang memiliki qimah atau nilai yang sekiranya bisa untuk disimpan dan diserahterimakan.
4. Syarat Sighat Diucapkan Jelas
Sebagaimana yang disebutkan bahwa syarat sighat atau akad transaksi yang dilakukan oleh al muda dan al mudi perlu dinyatakan dalam bentuk ucapan dan juga tindakan.
Adapun dalam bentuk ucapan sendiri harus bisa jelas atau sarih dan tidak boleh berbentuk sindiran atau kinayah.
Contoh dari sighat sharih adalah:
“Saya titipkan emas 5 gram ini kepadamu untuk dijaga dengan baik ”
“Baik, saya terima emas yang kamu titipkan ini.”
Adapun menurut Imam Maliki, mengucapkan akad dengan kinayah diperbolehkan selama disertai dengan niat.
Hukum Menerima Wadiah
Saat menerima wadiah ada empat macam hukum yang dimiliki tergantung pada situasi dan kondisi yang melingkupi, yaitu:
1. Wajib
Wadiah menjadi wajib hukumnya bagi orang yang percaya jika dirinya sanggup untuk menjaga titipan yang sudah diamanahkan kepadanya, apalagi jika tidak ada orang yang bisa dipercaya untuk sepenuhnya menjaga wadiah tersebut.
2. Sunnah
Hukum wadiah juga bisa sunah kepada orang yang meyakini jika dirinya mampu untuk diberi amanah dan menjaga barang yang telah dititipkan ke dirinya.
3. Haram
Haram hukum wadiah kepada orang yang sudah meyakini dan percaya jika ia merupakan sosok orang yang tidak sanggup untuk menjaga amanah pada barang yang telah dititipkan kepadanya.
4. Makruh
Hukum wadiah juga menjadi makruh untuk orang yang meyakini jika dirinya mampu untuk menjaga wadiah yang sudah diamanahkan namun masih ada unsur keragu-raguan dalam dirinya.
Macam-macam Wadiah
Pengertian wadiah juga terbagi menjadi dua macam. Berikut pengertian dan contoh dari wadiah, di antaranya adalah:
1. Wadiah Yad Al-Amanah
Pengertian wadiah yad al amanah adalah orang yang menerima akad wadiah tidak menanggung kerugian apabila ada kerusakan pada wadiah yang terjadi di luar kecerobohan dan kelalaian dari penerima wadiah.
Wadiah yad al amanah adalah jenis akad titipan yang murni karena mempercayakan kepada pihak yang dipercaya bisa sepenuhnya bertanggung jawab dalam menjaga barang tersebut.
Meski mendapatkan amanah, al muda sebagai pihak yang mendapat titipan tidak boleh memanfaatkan amanah yang diberikan untuk keperluannya sendiri.
Sebagai gantinya, al muda berhak untuk mendapatkan royalti atas jasanya dalam menjaga amanah yang diberikan kepadanya tersebut. Oleh sebab itu, jenis wadiah satu ini juga bisa disebut sebagai kesepakatan jual beli manfaat barang maupun jasa.
Adapun contoh dari penerapan akad wadiah yad Al-Amanah dalam praktik bank syariah adalah save deposit box.
2. Wadiah Yad Ad-dhamanah
Wadiah yad ad-dhamanah adalah orang yang menerima wadiah diperbolehkan untuk menggunakan wadiah jika mendapatkan izin dari pemiliknya asal mematuhi syarat untuk bisa kembalikan wadiah sepenuhnya tanpa ada yang kurang kepada si pemilik.
Akad wadiah yad addhamanah sendiri sering dilakukan oleh bank syariah manapun. Melalui akad ini, pihak yang dititipkan barang ataupun uang diberikan hak untuk bisa memanfaatkan dana atau barang agar dikelola dengan baik.
Keuntungan yang dihasilkan dari pengelolaan dana nasabah ini akan menjadi hak sepenuhnya dari bank syariah. Artinya, nasabah tidak akan mendapatkan profit dari dana yang sudah dikelola oleh bank.
Hanya saja pihak bank syariah akan memberikan profit untuk nasabah berupa bonus yang sifatnya sukarela. Jadi bonusnya sendiri tidak bisa dinominalkan maupun disebutkan persentasenya demi menghindari praktik riba yang dilarang dalam Islam.
Adapun prinsip utama yang dimiliki wadiah sendiri adalah selalu tetap atau konstan, jadi kapan saja nasabah hendak mengambil uang atau barang yang ia titipkan, maka pihak bank wajib untuk memberikannya.
Baca Juga: Apa Itu Perbankan Syariah? Ini Pengertian & Penjelasannya
Hal-hal yang Membatalkan Akad Wadiah
Ada beberapa hal yang bisa membuat akad wadiah menjadi batal, di antaranya:
- Orang yang menitipkan wadiah meninggal.
- Orang yang dititipkan wadiah meninggal dunia.
- Salah satu pihak baik al muda atau al mudi nya hilang akal.
- Terjadinya pemindahan kepemilikan wadiah.
- Barang dikembalikan dari orang yang diberi amanah entah karena adanya permintaan maupun tidak.
- Hajr atau kompetensi al muda atau al mudi sehingga salah satu pihaknya mengalami kebangkrutan.
Apa yang Membedakan Akad Wadiah dan Mudharabah?
Petugas bank syariah umumnya akan menanyakan kepada nasabah saat ingin membuka rekening baru, ingin akad wadiah atau mudharabah. Kalau Anda baru pertama kali menggunakan bank syariah, tentu akan bingung untuk memilihnya.
Lalu apa yang sebenarnya membedakan kedua akad tersebut ketika ingin membuka rekening? Supaya Anda tidak salah pilih, berikut adalah hal-hal yang membedakan antara akad wadiah dan mudharabah untuk dipahami.
1. Pengertian
Pada dasarnya, pengertian wadiah adalah jenis transaksi perbankan yang hampir mirip ketika Anda membuka tabungan biasa di sebuah bank konvensional.
Sementara untuk akad mudharabah sendiri lebih ke rekening simpanan yang bentuknya mirip seperti deposito ketika Anda menggunakan bank konvensional.
2. Contoh
Contoh dari akad wadiah jika diibaratkan Anda menabung di bank konvensional adalah safe deposite box.
Safe deposit box sendiri adalah bank menyediakan wadah, biasanya dari kotak logam yang disewakan ke nasabah untuk menyimpan dokumen penting dan barang berharga.
Sementara contoh dari akad mudharabah sendiri lebih ke lebih deposito. Deposito bank merupakan produk simpanan yang dapat digunakan nasabah untuk menyimpan sejumlah uang di bank dalam jangka waktu tertentu.
Sebagai imbalannya, lembaga keuangan akan membayar jumlah bunga yang relevan kepada pelanggan, berdasarkan berapa banyak mereka memilih untuk menyetor dan berapa lama jangka waktu yang ditetapkan.
Setelah jangka waktu yang disepakati telah berlalu, bank akan mengembalikan jumlah yang disetor ditambah bunga yang harus dibayar selama periode tersebut pada tingkat yang disepakati.
Hanya saja, bank syariah tidak memberikan bunga sebagai keuntungan untuk nasabah, melainkan bagi hasil. Ini tabel yang membedakan antara wadiah dan mudharabah:
Hal yang membedakan | Akad Wadiah | Akad Mudharabah |
Bagi hasil | Seorang nasabah tidak memperoleh keuntungan berupa bagi hasil. Keuntungan yang didapatkan adalah bonus yang sifatnya sukarela dan tidak terpatok nilai dari pihak bank. | Seorang nasabah akan mendapatkan keuntungan berupa bagi hasil yang disebut dengan nisbah. |
Peran seorang nasabah | Menjadi al mudi’ atau orang yang menitipkan uang maupun barang. | Menjadi seorang pemilik modal atau bisa disebut dengan sohibul mal (pemilik modal). |
Status dari barang atau uang
| Bank syariah menyimpan dana dengan sifat titipan atau simpanan. | Bank syariah menyimpan dana sebagai bentuk investasi agar nasabah bisa mendpatkan bagi hasil atau keuntungan. |
Perbedaan Wadiah dan Qardhhh
Selain mengetahui bedanya akad wadiah dan mudharabah, Anda juga perlu pahami perbedaan wadiah dan qardhhh sebab dalam bank syariah, akad wadiah ini juga mirip dengan qardhh atau pinjam meminjam.
Wadiah jenis yad ad dhamanah sendiri menjadi akad yang sering digunakan pada produk giro.
Jika meninjau dari fikih klasik, maka jenis akad wadiah yad addhamanah memang tidak bisa ditemukan istilahnya karena kata tersebut adalah bentuk kombinasi dari dua akad yang saling bertentangan sifatnya.
Jadi sebenernya, kalau dibedah lebih detail, akad wadiah yad addhamanah ini menggabungkan 2 praktik yaitu wadiah dan qardhhh.
Saat mengelola produk giro maupun wadiah, bank punya kewenangan untuk memanfaatkan uang yang sudah nasabah titipkan. Bukan hanya itu, bank juga punya hak penuh pada hasil dari titipan nasabah yang sudah dikelolanya.
Contoh Wadiah dan Qardhh
Jika merujuk pada asal mulanya, maka pengertian wadiah sendiri merupakan praktik menitipkan barang atau uang dan dihukumi haram atau tidak boleh.
Mengapa? Sebab ada unsur penggunaan yang dimanfaatkan oleh al muda selalu pihak yang dititipi, sehingga akadnya yang tadinya hanya menitip saja jadi berubah.
Nah, dalam kajian fikih, hal yang telah dijelaskan di atas sama dengan akad qardhh atau pinjam meminjam meskipun sebenarnya wadiah ini sifatnya adalah memberi amanah.
Jadi, akad qardhh ini lebih ke menyediakan dana maupun tagihan yang bisa disamakan sesuai pada kesepakatan yang dilakukan antara si peminjam dan bank selaku pihak yang meminjamkan uang. Peminjam wajib melunasi hutangnya sesuai dengan jangka waktu yang disepakati.
Untuk menjelaskan maksud dari pengertian wadiah dan qardhh dalam praktik bank syariah, berikut contoh yang mempermudah Anda memahami perbedaan di antara kedua istilah ini.
1. Contoh Wadiah
Si A tinggal sendirian dan akan pergi ke Malaysia karena menjadi perwakilan kantor dan tugas tersebut tidak bisa diwakilkan kepada yang lain. Si A tentunya akan meninggalkan harta yang dimilikinya di rumah.
Selama A pergi, maka keadaan rumah pasti kosong karena tidak ada yang menjaga rumah beserta isinya. Pada akhirnya, si A meminta bantuan kepada tetangga sebelahnya dengan menitipkan rumah dan harta miliknya.
Nah, dalam contoh ini, jelas jika A merupakan penitip yang memohon bantuan pada si B selalu tetangga yang merupakan pihak yang dititipi. Maka dari itu, si B tidak dibebankan untuk menjamin keamanan pada harta benda yang sudah A titipkan kepadanya.
Apabila nantinya terjadi kehilangan maupun kerusakan pada m harta benda yang A titipkan, maka A tidak bisa menyalahkan si B.
2. Contoh Qardhh
Sudah memahami pengertian wadiah dari contoh sederhana di atas bukan? Selanjutnya, mari pahami contoh qardhh untuk tahu perbedaannya.
Dalam akad pinjam meminjami atau qardhh, maka prinsipnya adalah memberikan pertolongan kepada orang yang dipinjami. Jadi, posisi dari orang yang memberikan bantuan ini disebut dengan penolong.
Inilah contoh peristiwa yang menjelaskan prinsip qardhh:
Si C adalah orang yang tidak punya motor untuk beraktivitas. Pada suatu hari, C sedang dalam kondisi yang mendesak sehingga menuntutnya untuk punya motor. C kemudian meminjam motor pada temannya, si D.
Pada contoh pinjam meminjam ini, A adalah pihak yang membutuhkan pertolongan dan B sendiri menjadi pihak yang memberikan bantuan.
Maka dari itu, C selaku pihak peminjam secara otomatis mendapat kewajiban dan menjamin secara sadar bahwa motor yang ia pinjam harus kembali ke D.
Apabila ada kerusakan pada motor si D, atau bahkan hilang, maka C selaku peminjam harus bertanggung jawab sepenuhnya.
Dari pengertian wadiah dan qadr yang digambarkan dengan contoh, tentu jika dilihat sekilas, kedua akad ini memang hampir sama, namun ada bedanya. Sebagai peminjam, si C juga tidak boleh mengambil keuntungan dari barang yang ia pinjam.
Memahami pengertian wadiah sebenarnya tidak sulit karena pada intinya akad ini adalah menitipkan barang. Jadi, saat datang ke bank syariah besok, tentunya Anda sudah tahu ingin menjawab apa ketika ditanya membuka rekening bukan?